Piping Wiyana Mengajak Perempuan Cintai Diri
Melalui komunitas dan organisasi, perempuan dapat menjadi lebih mandiri, maju, dan dapat menyuarakan hak-hak mereka serta mencintai diri sendiri
Piping Wiyana

Tidak mudah bagi perempuan untuk hidup dan berkembang dalam masyarakat yang masih menjunjung tinggi budaya yang banyak menghadirkan ketidakadilan dan diskriminasi gender. Perempuan seringkali dihadapkan pada norma-norma sosial dan budaya yang merugikan mereka dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam pekerjaan, pendidikan, politik dan kehidupan sosial.
Menghadapi situasi tersebut, peran komunitas atau organisasi sangat penting karena patriarki bukan hanya masalah individu, tetapi juga merupakan masalah sosial yang memengaruhi banyak orang. Komunitas atau organisasi dapat menjadi ruang aman bagi perempuan untuk bersama-sama berbicara dan memperjuangkan hak-hak mereka.
Lewat komunitas, mereka juga dapat menyediakan berbagai program dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran mengenai isu-isu gender serta cara mengatasi patriarki. Yang terpenting dengan dukungan dari komunitas atau organisasi, perempuan dapat merasa lebih diperhatikan dan didukung.
Tidak hanya sebagai korban dalam sistem patriarki, perempuan juga dapat menjadi agen perubahan yang kuat dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Seperti halnya yang dilakukan Piping Wiyana, perempuan asal Makassar yang genap berusia 50 tahun ketika diwawancara. Ia aktif memperjuangkan hak-hak perempuan dan menggerakkan organisasi perempuan Buddhis.
Piping adalah karyawan swasta dan ketua Pengurus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Wanita Buddhis Indonesia. Wanita Buddhis Indonesia (WBI) adalah organisasi perempuan berbasis agama Buddha yang didirikan tahun 1957. Kini WBI telah memiliki cabang di berbagai daerah di Indonesia termasuk Sulawesi Selatan.
Alasan Piping aktif menggerakan WBI adalah agar tidak ada perempuan lain yang mengalami kesulitan seperti yang pernah dialaminya sendiri. Melalui pengalamannya, ia berharap dapat memberi kontribusi bagi perempuan-perempuan Buddhis, termasuk membantu menghindari pernikahan yang tidak bahagia.
Cerita ini selengkapnya dapat dibaca pada buku “She Builds Peace Indonesia: Kisah-Kisah Perempuan Penyelamat Nusantara”
